Attention Seeker

​*Perempuan Dan Perhatian*
Kira-kira apa yang perempuan cari dari kesukaannya berbicara? Menceritakan tentang kesehariannya, tentang dirinya sendiri, anak-anaknya, permasalahannya, suaminya, juga menceritakan tentang orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kehidupannya? Mengapa perempuan suka berbicara dan berkumpul dengan komunitas? Apa yang mereka dapatkan? Kadangkala mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya perasaan lebih plong saja saat puas bercerita. 
Seorang teman memperkenalkan pada saya istilah “attention whore” kalau bahasa yang lebih halusnya sih “attention seeker”  tentang seseorang yang haus perhatian dan dapat menggunakan berbagai cara agar merasa diperhatikan dan diakui.  Sebenarnya perilaku ini wajar tapi bisa menjadi berlebihan jika tidak digunakan pada tempatnya.
Sebagai contoh, adik-adik ABG yang sering berbuat nyentrik dan break the rules adalah salah satu bentuk mencari perhatian. Salah satu fenomena yang pernah bikin geger nitizen adalah mengenai Awkarin yang sukses menarik perhatian nitizen se-Indonesia. Masalahnya adalah, ternyata perilaku “attention seeker” ini kebanyakan dialami oleh perempuan, gak cuma yang muda namun juga yang sudah tidak muda lagi.
Teknologi yang makin pesat, membuat  kaum perempuan lebih mudah berekspresi melalui media sosial. Hmmm… ternyata ada juga lho para “attention seeker” level ala-ala di sekitar kita, atau bahkan mungkin jangan-jangan tanpa kita sadari kitalah pelakunya. Begitupun dengan hobi bercerita perempuan, tidak lain untuk merasakan nyaman karena merasa diberi simpati, dikuatkan, disemangati dan diperhatikan.
Syndrom cari perhatian ini lahir pada dasarnya karena banyak faktor, diantaranya adalah memang kurang perhatian dari keluarga. Bagi perempuan, perhatian bisa dibilang adalah kebutuhan utama. Tak jarang kita perhatikan perempuan kerap di-cap sebagai tukang belanja, tukang gossip, tukang mewek, yang sering keluh kesah alias drama queen. Itu semua reda, bila ada  yang memberinya perhatian dan mengakui keberadaannya.  Kan ada yang bilang, belanja itu bisa jadi terapi, bercerita dan menulis bisa jadi self healing. Hmmm…
Men…

Jika istri kamu hobi belanjanya dan bergossipnya sudah mulai tahap akut segera rangkul ia, mungkin selama ini kamu tidak mendengarkannya bercerita.
Jika istri kamu lebih senang bercerita di dunia maya dan komunitas lainnya, mungkin selama ini kamu kurang membuatnya nyaman untuk bercerita.
Katakan padanya bahwa teman terbaik baginya untuk bercerita hanyalah kamu, suaminya.
Meski kamu harus meluangkan waktu dan menyiapkan telinga lebar-lebar mendengarkan ceritanya yang seperti drama, meski ceritanya diulang-ulang dengan cara yang sama. Meski kamu hanya diam tak bicara,cukup menerima semua luapan emosi dari ceritanya, sudah jadi mood booster baginya.
Perempuan itu bila berbicara ke semua orang tak akan lelah dan letih, namun jika sudah menceritakan semua ke suaminya tidak akan adalagi hasrat berbicara mengenai urusannya dan urusan orang lain pada  yang lainnya.
Dan…untuk semua perempuan di dunia, pesanku adalah: Berceritalah pada orang yang tepat, sebenarnya  perasaan paling plong dan puas saat bercerita itu adalah saat kita quality time dengan-Nya.

silakan komen

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s