Konon dalam menghadapai ujian hidup berupa kehilangan orang terkasih ada beberapa tahapan fase:
- Denial (penyangkalan) jadi biasanya sementara waktu berasa gak nerima gitu. Gak tahu ya aku di tahap ini atau enggak. Tapi pas lihat jenazah Maryam aku merasa dia gerak gitu. Saat kugendong jenazahnya masih hangat rasanya, aku cium keningnya baru tersadar. Anakku meninggal. Keningnya dingin banget banget.
- Anger (marah) nah udah mulai bisa menerima tapi ya masih berat buat nerima. Jadi menyalahkan keadaan, diri sendiri,orang lain. Bahkan bisa dendam! Dendam ini penyakit hati yang berbahaya lho, bisa melahirkan keburukan bahkan kejahatan. Tahu gak kisah pembunuhan pertama manusia di bumi ini? Anaknya Nabi Adam AS yg dendam pada saudaranya. Selain dendam, penyakit hati yang serem adalah menyalahkan diri sendiri! Bisa jadi penyakit mental juga kalau terus menerus menyalahkan diri sendiri. Aku kayaknya gak ngelewatin fase ini deh.
- Bargaining (menawar) misal kita udah tahu pasti kita mati. Pasti orang-orang terdekat dengan kitapun akan mati. Cuma kita sering menawar gitu, ahh aku masih hidup ini, masih banyak waktu buat leha-leha, happy-happy. Padahal siapa yang tahu bakal mati kapan? Serem…tapi tetep aja gak berubah meningkatkan keimanan. Nah kalau yang tadinya tahapan anger mungkin sekarang udah bisa mulai menawar, udah mulai bisa menerima keadaan tapi pakai mikir-mikir. saat kehilangan Maryam aku juga terima aja gak bargaining. Yang ada malah aku yang tahu aku pasti mati malah berasa santai-santai bargaining sama Allah huhuhuhu…
- Depression (depresi) ini proses yang harus dilalui oleh seseorang yang sedang berduka. Dia akan menangis. Beri kesempatan bagi dia atau kamu untuk menumpahkan semua emosimu. Jangan berani-beraninya menghibur atau menasehatinya atau sok tahu menasihatinya (emangnya lu ngalamin? Enggak kan). Kecuali kalau sama-sama ngalamin, kamu bisa menawarkan diri untuk mendampinginya. Cukup dengarkan dan dampingi. Jangan pernah mengoreksi dirinya. Bisa-bisa dia akan semakin jatuh ke jurang depresi dan semakin menyalahkan dirinya sendiri. jangan terlontar “harusnya kamu bla bla bla..” atau “ini pelajaran bagimu..” hahahh kalau mau ngomong gitu dalam hati aja.
- Acceptance (penerimaan) wow selamat! Akhirnya, dia bisa melajutkan hidupnya lagi setelah melalui fase yang berat dalam siklus hidup manusia. Menuju tahap ini berbeda-beda bagi setiap orang, hal itu sangatlah privat. Kamu gak bisa membandingkan seseorang yang sama diberi ujian kehilangan. Berbeda-beda prosesnya, banyak factor dan sangat pribadi. Mungkin bagi dia cepat move on, bagi yang lain butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Nah, sebagai manusia mari tingkatkan iman. Bahwa semua adalah kehendak Allah, semua milik Allah dan berpulang pada-Nya. Semua orang akan merasakan kehilangan cepat atau lambat. Namun tak semua orang bisa menerima dengan ikhlas dan sabar.
berikut keadaan hatiku saat kehilangan day by day:
Minggu Pertama
Saat kehilangan Maryam, seminggu pertama masih berasa biasa aja. Iya, nangis sih nangis tapi udah ikhlas. Seminggu pertama berasa menajdi debu, lebih kecil dari debu, yaa..gak ada daya n kekuatan melainkan semuanya dari Allah. Berasa ya Allah betapa rugi hidupku selama di dunia jika bukan Allah tujuanku. Ujung2nya tinggal sendiri di dalam tanah. Saat itu benar-benar merasa gak ada manfaatnya harta dan kedudukan di dunia. Rasanya jadi manusia paling gak punya apa-apa gitu. Yang aku lakukan untuk tetap semangat dan termotivasi adalah:
- Banyak berdzikir, mencari penghiburan di surat-surat Alquran salah satunya dari channel yutub ustadz2. Searching keutamaan bagi orang tua yang anaknya meninggal. Nah, dapetlah ceramah2 dari ust. Khalid basalamah, ust. Oemar mitta, ust. Adi Hidayat. Ngedengernya makin bersyukur dan nangis haru. Nangis karena mendapatkan keutamaan diberi ujian oleh Allah. Apalagi aku kan nifas, mau ngapain coba selain dzikir.
- Tetap terkoneksi dengan orang-orang. Aku tipenya social, jadi aku bukan tipe yang mengurung diri n gak bisa makan kalau ada masalah. Semakin banyak mengobrol malah makin senang gak ada beban. Nah selama seminggu pertama banyak tamu jadi aku merasa tersemangati dan terhibur. Bahkan aku langsung nulis di instagram dan blog karena aku suka dan aku masih terbatas untuk aktivitas karena lagi penyembuhan sehabis melahirkan jadi aku banyak waktu untuk menulis. Aku gak ingin dalam kondisi diam, gak ada teman, nanti malah kepikiran dan nangis-nangis. Jadi aku memacu diri untuk tetap semangat.
- Aku punya hobi baru nonton YouTube! 😂 Selain kajian ustadz buat nguatin juga nonton video yang lucu-lucu. Capek ya bok nangis mulu kalau liat video lucu jadi lebih balancing emosi aja dengan ketawa.
- Makin bonding sama suami! Selama pernikahan melalui byk hal bersama demikian pula dengan kejadian ini. Aku makin sayang sama suamikuuuuuu….bangga dan terpesona dgn sikapnya yang luar biasa mengahadapi ujian ini. Sikapnya aja sudah mengajarkan byk hal tanpa perlu berkata. Dia yang menguatkanku. The best lah. Semoga Allah selalu menyayangi keluarga kami.
Minggu Kedua
Nah, setelah melalui seminggu pertama baru deh mulai logika main. Kalau seminggu awal bener-bener lagi masa penyembuhan setelah melahirkan jadi hanya bisa menerima, memasuki minggu kedua mulai mencari tahu why oh why? Ada apa?
Apalagi bayiku saat dalam kandungan sehat namun mengapa saat lahir keadaannya tidak baik? Aku mulai mencari tahu. Ini hal yang menguras energy dan emosi. Rekaman video pembicaraan dokter di IGD rumah sakit rujukan, kami dengar seksama. Kami juga konsultasi dengan dokter yang lain untuk 2nd opinion. Akhirnya didapat kesimpulan bahwa bayi kami terkena infeksi saat proses kelahiran hal ini dikarenakan cairan hijau yang terdapat di paru-parunya saat proses pertolongan di IGD.
Kemungkinan karena proses persalinan, memang kan sudah pecah ketuban pukul 3 pagi lalu melahirkan pukul 2 siang. Keterangan dokter di IGD mengatakan karena pernafasannya tidak optimal sehingga menyebabkan kinerja jantung menurun. Mungkin bisa dibilang bayiku terlalu lama tidak mendapatkan pertolongan segera. Seharusnya setelah lahir dan diketahui saturasi di angka 60 sudah dirujuk namun dokter anak baru visit 10 jam setelah anak lahir.
Padahal setelah lahir aku sudah merasa bayiku berbeda dari warna kulitnya. Feelingku juga gak enak, tapi apa daya, baru lahiran, jalan aja terbata-bata. Dan semua tenaga medis di klinik bilang bahwa bayiku oke karena menangis kencang, padahal aku merasa ada yang tidak beres.
Nah saat di minggu ke-2 ini logika mulai bertanya-tanya tentang proses persalinan dan penanganan bayiku. Bukan masalah gak ikhlas, cuma kan buat evaluasi. Kalau buat tenaga medis apalagi, keselamatan ibu dan bayi kan nomor satu, kematian ibu dan bayi setelah melahirkan adalah concern pemerintah juga kan. Alhamdulillah jumlahnya semakin berkurang seiring berkembangnya ilmu kedokteran dan kebidanan.
So, aku pikir kalau bayinya sehat-sehat saja namun meninggal karena sebab infeksi tentu bisa dong jadi bahan pembelajaran bersama.
Bagiku sih, mau lahiran di rumah, di klinik, di RS besar ya usia anak segitu ya tetep aja segitu. Tapi kenapa kejadiannya di tempat itu? Mungkin bisa jadi evaluasi di tempat itu.
Nah, di minggu ke-2 itu aku sudah mendapatkan jawabannya. Dan aku lega karena sudah tahu analisa dari dokter yang menangani bayi di IGD.
Namun ternyata di minggu ke-2 itu kesehatanku belum membaik. Rahimku masih bermasalah kata dokter, bahkan sempat mau ada tindakan. Disitu rasanya makin down. Ya Allah, setelah kehilangan anak sekarang butuh bersabar lagi tentang kondisi kesehatanku. Oiya, ASI juga sempat beberapa hari bengkak.. Eh di hari ke-9 sehabis melahirkan tiba-tiba ada orang kantor yang nanyain kapan masuk kantor. MasyaAllah rasanya kayak…”what?”
Udah deh gak bisa berkata apa-apa. Makin berasa down mentalku.
But, itu yang membuatku makin merasa kuat aja sih. Jadi cukup tahu, oh gitu ya. Gituuu…hahahahha.
Nah akhirnya minggu ke-2 terlalui dengan galau karena selain akunya masih recovery fisik dan mental juga ada tekanan-tekanan dari pihak eksternal.
So penting banget ya buat kamu-kamu yang punya rekan atau saudara sehabis kehilangan, tolong jaga sikap. *Tiba-tiba galak hehe. Ya kalau aku sih orangnya cepet move on nah kalau orang lain bisa bunuh diri gimana coba?!
Minggu Ketiga
Minggu Ketiga aku sudah merasa lebih sehat! Wow jadi penting banget ya kalau mau cepet bahagia, sehatkan fisik dulu! Karena di dalam fisik yang kuat terdapat jiwa yang sehat! Jadi wajar banget ya ibu habis melahirkan jiwanya masih galau lah fisiknya aja masih luka cyin luar dalam! Bagian dalam masih berdarah-darah, bayangin itu rahim sekecil apa jadi semelar apa pas hamil, kebayang gak lukanya kayak apa saat bayi itu lahir. Bagian luar ya jahitannya, ya sakit otot-ototnya. Belum ditambah sakit kehilangan anak yang udah sih gak usah dijelasin entar kepanjangan.
Nah, fisik yang lebih sehat bikin aku semangat back to activity. Pelan-pelan nyetir mobil jarak dekat, pelan-pelan mulai masak dan bebersih rumah. Ada asisten di rumah sih jadi kerjaan di rumah gak berat. Pelan-pelan mulai jualan lagi dan itu bikin ku happy. Pelan-pelan mulai melakukan banyak hal.
Dan hidup telah berjalan normal dengan kondisi jiwaku yang berbeda. Pengalaman ini membuatku belajar banyak hal sebagai manusia, sebagai hamba Allah. Untuk kamu yang membaca, semoga banyak hikmahnya ya.
Bumi berputar, matahari terbit setiap harinya, menandakan bahwa hidup di dunia ini ya cuma siklus aja. Semuanya tunduk pada siklus yang Dia ciptakan. Kelahiran, kematian, kebahagiaan, kesedihan silih berganti. Ada gilirannya, semua dipergilirkan. So, siap2…siap-siap tingkatkan Iman sejak kapan? Sejak sekarang, saat kamu baca ini. Kita gak tahu siapa yang duluan.
See ya in next post!
Itu banget rasanyaaa :’)
Terimakasih sharing inspirasinya mba.
Itu banget rasanyaaa :’) ngerasain banget rasanya kehilangan dan setiap tahapannya.
Terimakasih sharing inspirasinya mba.
*peluk uhuhuhuhu