Memiliki seorang anak yang terlahir sehat sempurna adalah impian setiap orang. Ketika janin sudah berkembang di dalam kandungan, bertumbuh pula harapan dan impian. Namun demikan, banyak kejadian di luar perkiraan, semuanya adalah kuasa Tuhan. Meski begitu kita bisa kok mengambil hikmah dari suatu kejadian untuk dipelajari bersama.
Tulisan ini menceritakan tentang peristiwa melahirkan dan perjalanan 20 jam usia hidup anak kami: Ayra Maryam Manika yang lahir tanggal 16 September 2018 pukul 14.00 dan meninggal 20 jam kemudian pada 17 September 2018 pukul 10.00.
Semoga bisa dipelajari bersama untuk parents dan calon parents.
16 September 2018
Aku mengalami pecah ketuban pukul 3 pagi, saat itu aku terbangun karena kontraksi yang sudah intens dua minggu kurasakan. Namun kali itu, kontraksi cukup kuat diiringi pecah ketuban. Usia kandungan 39 minggu, lebih tepatnya 39w3d . Saat itu aku benar-benar tak menyangka pecah ketuban duluan, karena melahirkan dua anak sebelumya mulus dan tergolong mudah.
Karena pecah ketuban lebih beresiko maka aku memilih melahirkan di klinik yang lengkap dengan dokter kandungan dan dokter anak. Padahal anak kedua lahir di bidan dekat rumah.
Aku dan suami sampai Klinik Bersalin pukul 3.30, dengan menduduki kursi dorong yang didorong satpam aku menuju ruang bersalin. Kalau pecah ketuban disarankan tidak banyak bergerak agar bayi gak kehabisan cairan.
Setelah sampai ruang bersalin, bidan menawarkan padaku hendak dibantu persalinan oleh dokter atau bidan? Kubilang bidan. Saat dicek masih pembukaan 2 dong. Padahal mules sudah 7 menit sekali.
Entah kenapa saat itu banyak yang melahirkan di klinik. Hampir semua kamar terisi. Lalu tiba-tiba aku diminta berpindah ruangan karena ada yang mau melahirkan. Aku ragu untuk turun kasur, karena merasa berhati-hati kondisi pecah ketuban.
Akhirnya aku pindah ke kamar perawatan, nah saat berpindah itu makin banyak cairan ketuban yang ngalir. Keraguanku terbukti saat turun dari kasur ketuban makin banyak mengalir. Pampers yang dipakein sama bidan langsung penuh. Duh, saat itu rasanya ketar-ketir, khawatir keadaan Maryam di dalam perut.
Waktu berlalu, mules makin rapat, sudah 5 menit bahkan 3 menit sekali namun ketika dokter jaga datang berkunjung pukul 9 alias 6 jam sejak pecah ketuban, pembukaan belum bertambah. Langsung khawatir aku tuh, dokter menyarankan induksi pukul 12 siang jika belum ada progress lalu menyarankan aku menggunakan gym ball agar bayi cepat turun. Meski saat itu gak ada gym ball di ruang rawat, jadi aku masih bebaring di kasur aja. Saat itu aku diberi antibiotik kapsul untuk diminum karena pecah ketuban duluan resiko infeksi. Saat itu aku tidak dipasang alat infus maupun alat CTG untuk mengukur kesejahteraan janin dan kontraksi. Kemungkinan peralatan di Klinik belum lengkap.
Nah, saat itu tak lama kemudian ibuku datang membawa anak-anakku maksudnya untuk menyemangati. Lah kedatangan mereka yang ada aku hilang mulesnya sama sekali. Masa iya aku meringis di depan anak-anak? Jadi aku merasa hilangnya kontraksiku karena perasaanku yang tidak nyaman.
Karena aku sadar berburu dengan waktu, setahuku amannya melahirkan normal jika pecah ketuban adalah 12 jam sejak ketuban pecah. Maka aku meminta ibu dan anak-anak pulang. Aku lebih nyaman dengan suamiku saja.
Jelang pukul 12, aku diminta masuk ke ruang bersalin. Bidan menawarkan mau disuntik induksi atau enggak. Saat dicek ternyata sudah nambah pembukaan 4. Berpegangan pada pernyataan dokter jika tidak ada perkembangan baru diminta induksi. Maka aku menolah tawaran induksi, benar saja lalu setengah jam kemudian tanpa induksi pembukaan bertambah jadi 7. Sekitar pukul 13.30 siang pembukaan sudah lengkap. Namun bayi urung turun masuk panggul.
Akhirnya aku diminta mengejan dengan berjongkok agar bayi turun, tiga kali mengejan kepala bayi sudah terasa mengganjal di jalan lahir, lalu aku diminta bebaring untuk persiapan mengejan melahirkan bayi. Kalau gak salah dua kali mengejan, baru deh bayi lahir. Alhamdulillah! Nikmat banget setelah 11 jam mules intens.
Momen terlega dan bahagia saat mendengar suara tangis bayi memecah kesunyian ruangan. Duh,suaranya yang nyaring pertanda dia sehat. Aku senang! lalu setelah bayiku ditelungkupkan di atas dadaku untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) aku baru mulai merasa khawatir.
“Sus..kenapa tangannya biru ya?” aku memerhatikan kepalan jari-jari tangannya. Dia terlihat terkulai lemas seperti lelah. Bidan menenangkanku “Kedinginan mungkin bu” katanya. Namun ini anak ketigaku, aku tahu perbedaan bayi sehat dan tidak. Pasti bidan juga sudah ratusan kali menolong persalinan dan tahu ciri-ciri bayi sehat.
Akhirnya Maryam dipisahkan dulu dariku, diberi selang oksigen pada hidungnya. Saturasi menunjukkan angka 70. Buruk. Aku tahu itu buruk, saat anak sulungku mengalami gangguan nafas ketika berusia 3 tahun dengan angka saturasi 90 saja jari-jari kukunya sudah kebiruan. Hatiku retak. Namun demikian tidak ada tindakan resusitasi, dimana menyedot cairan dari mulut dari hidung bayi bila mengalami gangguan pernafasan. Aku tidur, lelah, kuserahkan penanganan pada tenaga medis. Sekitar satu jam kemudian kuterbangun ingin melihat Maryam rasanya, aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, lalu aku dipindahkan ke ruang perawatan. Aku masih memikirkannya namun aku juga harus segera sehat agar bisa mengurusnya. Pukul 5 sore bidan membawa masuk Maryam ke ruanganku.
“Nangis terus bu, kepengen nyusu kayaknya.” kata bidan. Aku melihat kulit Maryam tidak cerah, gelap. Maryam menyusu dengan menangis namun beberapa kali dia menghisap ASI. Anak pintar…tapi aku kala itu malah menangis. Bayiku berbeda. Karena terlihat Maryam makin lemas, bidan memutuskan membawa Maryam ke ruangan bayi lagi untuk dipasang selang oksigen.
“Sus saya perlu cari nuang NICU kayaknya..” Aku khawatir melihat kondisi Maryam. “gak apa-apa bu, ibu tenang aja, bayi ibu kan nangis berarti sehat. tunggu dokter datang ya bu.” Kata bidan meyakinkanku menunggu dokter anak datang.
Rasanya setiap menit begitu berharga, kenapa dokter anak belum datang juga? Aku cemas. Entah kenapa, ibuku ingin menginap di Klinik dan meminta suamiku pulang ke rumah menemani anak-anak. Aku manut. Tapi rasanya gak karuan, kalau-kalau ada keputusan penting gak ada yang bisa diajak rembug ambil keputusan.
Aku memulihkan diri, badanku rasanya gak karuan lelah luar biasa. Sebisa mungkin mencoba tidur dan beristirahat. Pukul 12 malam dokter anak datang. 10 jam setelah anakku lahir dalam kondisi tidak baik. Saat dokter anak datang, aku sedang mengganti pembalut di kamar mandi. Ibuku yang diajak diskusi dengan dokter anak. Namun demikian ibuku tidak menyampaikan secara lengkap apa-apa yang dibicarakan.
Ibu mengabariku kalau besok pagi harus mencari ruang NICU untuk bayi, kata ibu bayiku infeksi. Ya Allah, apa harus menunggu besok pagi?
Sekitar pukul 1 lebih,akhirnya dalam keadaan jalan tertatih-tatih aku berjalan menuju bidan jaga. Namun saat sampai di ruang bidan. Semua bidan tidak ada.
Terdengar kesibukan di ruang bersalin. Lalu aku memandangi anakku di ruang bayi dari balik kaca. Selang oksigennya terlepas, penghangatnya dalam kondisi off, bibirnya gelap kebiruan, aduh hatiku sedih nak. Kumencoba membuka ruang bayi namun terkunci, namun tak ada siapapun yang bisa membuka.
Ibuku mencari satpam, namun tidak ada. Ibuku ragu-ragu menggedor ruang bersalin karena semua tenaga medis berada di ruang bersalin. Sementara aku cuma bisa duduk di kursi roda yang ibu ambilkan untukku. Kumenangis memandangi anakku di dalam ruangan yang dibatasi kaca, kutak bisa membantumu nak. Berjalan saja aku masih susah. Ku tak bisa memperbaiki selang oksigenm nak, kutak bisa menyalakan penghangatmu, ruanganmu terkunci nak.
Saat itu aku merasa semua akan jauh lebih mudah jika suami yang mendampingiku bukan ibu yang juga tidak bisa mengambil keputusan. Lebih dari 30 menit kami menunggu, akhirnya ada bidan keluar ruangan.
Bidan membuka ruangan bayi, memperbaiki selang oksigen dan menyalakan penghangat. Entah apa yang terjadi dan sudah berapa lama. Mungkin jikalau aku tidak menengok bayiku tidak ada yang tahu. Aku melihat kondisi Maryam membaik, meski saturasi oksigen masih rendah 60-70.
“Sus, apa gak terlambat kalau cari ruang NICU besok pagi?” tawarku kepada bidan. “coba lihat kondisi anak saya.” Aku melihat nafas Maryam menjadi cepat, dadanya naik turun cepat. Kenapa jadi aku yang memohon-mohon bahkan sejak sore aku sudah meminta dirujuk tapi diminta menunggu hingga dokter anak datang 10 jam setelah bayi lahir dalam keadaan tidak baik. Sejak Maryam lahir aku sudah merasakan tidak beres, bukankah mereka bukan sekali dua kali menangani bayi mengapa tidak sigap penanganannya.
Akhirnya bidan menelpon dokter anak dan sepenangkap dengarku, bidan melaporkan anakku menunjukkan ciri-ciri sesak nafas. Inipun setelah kupanggil bidan untuk melihat kondisi anakku. Aku tahu bayi itu bernafas cepat tapi aku bisa membedakan mana yang sesak nafas mana yang tidak. Dokter anak akhirnya merekomendasikan ke ruang NICU segera by phone.
Bidan sibuk menelpon ke semua Rumah Sakit mencari ruang NICU. Susah mencari ruangan NICU kosong saat tengah malam. Hati rasanya gemas, bukankah sejak sore sudah aku minta rujukan ke NICU tapi tertahan menunggu kedatangan dokter 10 jam stelah bayi lahir. Akhirnya sekian banyak Rumah Sakit yang coba dihubungi, saat itu sudah ada ruang NICU yang kosong tapi kemudian, kami terhenti karena bayi harus diantar oleh orang tuanya, tidak boleh diantar oleh neneknya yang saat itu menemaniku di klinik. Sementara kondisiku belum memungkinkan untuk banyak jalan.
Aku menelpon suamiku , menelpon asisten di rumah ya pada tidur semua. Gak ada yang angkat. Akhirnya aku meminta ibuku pulang dengan taksi online, ibu sempat ragu katanya takut jam 2 malam naik taksi online. Tapi kuyakinkan ibu, saat ini butuh abinya Maryam untuk pertolongan Maryam.
Ibuku pulang ke rumah dan membangunkan suami, lalu suami baru datang ke Klinik sekitar 1,5 jam kemudian. Saat kami mengiyakan NICU dengan bayi diantar suami, ternyata NICU sudah penuh. Ahhh, memang jika Allah tidak mengizinkan semuanya jadi banyak kendala.
Tahu gak rasanya kayak apa? kayak semua jalan mentok gitu. Iya, kalau diingat-ingat rasanya kayak gimana ya, dari tiba-tiba dokter anak 10 jam setelah lahir baru datang, selang bayi dan penghangat bayi lepas selama entah berapa lama, nunggu bidan bukain ruang bayi, nunggu suami datang karena tiba-tiba ibu inisiatif menemaniku di Klinik, dan ruang NICU yang susah didapat.
Diputuskan, bayi dan suami langsung datang ke Rumah Sakit berangkat pukul 6 pagi meski tidak mendapatkan ruangan NICU, semoga mendapatkan pertolongan di IGD. Sebelum Maryam berangkat aku mengoleskan air zam-zam pada telapak kakinya sambil membacakan banyak doa. Abinya tak putus-putus membacakan Al qur’an yang dia hafal bagi Maryam. Saat sebelum berangkat, aku seperti hilang harapan melihatnya dalam kondisi lemas, tangisannya putus-putus berhenti, selain selang oksigen Maryam juga dibantu infus cairan glukosa. Kulitnya gelap, dia tampak kelelahan, tangisannya sudah tidak ada. Terdengar dari mulutnya adalah rintihan.
Maryam menaiki ambulans dengan box bayi beserta infus dan selang tabung oksigen, ditemani bidan, abinya dan neneknya. Aku kembali ke ruang perawatan sendiri berdoa sebanyak-banyaknya. Tidak ada yang tidak mungkin. Bidan sebelumnya memberitahu akan membawa Maryam ke Rumah Sakit yang cukup besar di daerah Timur Kota. Saat itu aku heran kenapa tidak membawa Maryam ke Rumah Sakit lain yang dekat dengan Klinik. Belum lagi saat itu hari Senin pagi pasti macet. Jika setiap detik begitu berharga mengapa Klinik memilih Rumah Sakit yang jauh.
Lagi-lagi itulah kehendak Allah bila kupelajari dari sisi iman.
Suami mengabari sekitar satu jam kemudian, Maryam sampai di Rumah Sakit dan ditolong oleh dokter IGD. Petugas IGD sempat hendak menolak kedatangan Maryam karena ruangan NICU bayi yang penuh namun akhirnya menerima meski dengan banyak keheranan saat mengetahui asal Klinik tempat Maryam dilahirkan. Menurut petugas IGD terlalu jauh jarak yang ditempuh oleh Maryam dengan kondisi buruk untuk mendapat pertolongan, sementara di dekat Klinik ada Rumah Sakit lainnya.
Selama pertolongan pertama di IGD, suami intens melaporkan perkembangan . bahkan aku bisa video call dengan Maryam, meski saat melihatnya aku tidak tega. Banyak alat dimasukan ke dalam mulut dan hidungnya. Abi Maryam sudah mengabariku, apapun kondisinya kami harus menyiapkan diri. Maryam bahkan diperkirakan tengah sakratul maut, saat itu abinya mengirimu SMS. Ya Allah, baru saja aku melahirkanmu Nak. Masih basah lukaku, harus basah lagi dengan air mata kesedihan. Sedih melihatmu menderita nak, sedih melihatmu kepayahan.
Saat itu aku berdoa tanpa putus meminta pertolongan dari Allah. Kemudian kabar baik aku terima, kondisi Maryam lebih stabil tidak kritis lagi. Alhamdulillah. akhirnya aku baru bisa ke kamar mandi untuk mengganti pembalut darah nifas yang banyak. Saat di kamar mandi entah kenapa aku merasa ada sisipan perasaan lega, hatiku tidak seberat sebelumnya.
apakah pertanda baik?
Keluar dari kamar mandi, aku mengangkat video call suami. Terdengar suara suami bergetar “Innalillahi wa Inna Ilaihi raji’un…” Pukul 10 pagi tanggal 17 September 2018. Lalu suami menangis sesenggukan Ya Allah anakku meninggal, berpulang pada-Mu. Sempat terbersit rasa lega, Alhamdulillah nak kamu gak sakit lagi. Kamu luar biasa! Kemudian aku langsung memutar otak, apa-apa yang harus aku lakukan. Persiapan pemakaman.
—
Singkat cerita hari-hari terberatku adalah malam hari seminggu pertama setelah melahirkan. Biasanya setiap malam setelah melahirkan aku sibuk menyusui bayi dan paginya menjemur bayi mencari sinar matahari. Malam hari aku selalu terbangun dan tidak bisa tidur lagi namun tidak ada yang kususui, pagi hari saat matahari cerah bersinar aku terduduk di halaman depan memandangi langit yang begitu indah, cuaca yang cerah menjemur bayiku jika masih ada.
Teman dan kerabat juga saudara datang memberikan hiburan dan dukungan. Betapa kusayang kalian! lalu suatu ketika aku membuka rekaman video dari HP suami tentang segalanya di tanggal 16 sapai 17 September 2019. Aku mulai berani melihat foto dan video Maryam.
Sebuah video yang hanya berisi percakapan suara aku putar. Terdengar suara seorang pria dan suara suamiku. Percakapan suamiku dengan dokter IGD saat merujuk Maryam. Lalu hatiku pedih, saat itu aku masih belum tahu penyebab meninggalnya anakku. Namun video itu menjelaskan banyak hal.
Menurut dokter, Maryam mengalami gangguan pernafasan berat dan terlalu lama tidak mendapatkan pertolongan. Terdapat banyak cairan di paru-paru Maryam yang sudah dikeluarkan oleh dokter IGD. Namun karena pertolongan terlalu lama sehingga menyebabkan penurunan kinerja jantung dan kematian. Penyebab cairan yang banyak di paru-paru salah satunya bisa karena cairan ketuban yang sudah habis karena pecah ketuban sehingga bayi refleks bernafas di dalam rahim.
Meski untuk penyebab kematian jelasnya harus melalui otopsi, jadi tidak menutup kemungkinan juga jika ada kegagalan fungsi organ. Tapi yang jelas asfiksia adalah sebab yang jelas terlihat.
Kemudian aku banyak berdiskusi dengan dokter kandungan dan dokter anak juga dokter spesialis penyakit dalam di kemudian hari. Evaluasi proses persalinan dan penanganan bayi lahir harus benar-benar tanggap. Banyak kelalaian yang dirasakan setelah berdiskusi dengan para ahli meski tidak menutup kemungkinan bila Maryam mengalami kegagalan organ bawaan.
Wallahu’alam.
Nah, semoga bisa dipelajari dan diambil hikmahnya bagi tenaga medis dan juga parents yah.
Tulisan ini bukan menyalahkan siapapun yah, untuk evaluasi bersama kita semua. Karena salah satu amal jariyah adalah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat. Kalau tidak kubagikan pengalaman ini, aku merasa gak optimal mengambil hikmah kejadian ini.
Semoga kisah persalinanku ini membawa hikmah bagi semua. Aku bersyukur Allah mengizinkanku mengalami semua ini, agar bertambah iman kita pada-Nya. Aamiin.
Semua milik-Nya dan berpulang pada-Nya. Semoga kita semua dalam petunjuk-Nya ya gaes…
kok sedih ya mbak…kalo itu yg kejadian sama aku, keknya nggak bisa setegar mba zarah, akan byk org yg aku salahkan…
Teh, aku jadi kepo itu kliniknya dimana. Sedih baca nya teh, aku sampe nangis beneran, ngebayangin perjuangan Maryam dan ibunya. Trus aku jadi ikutan gemes sama bidan dan dokter di klinik itu ya 😅. Semoga Maryam bisa jadi bidadari surga yg bisa jadi penolong teteh di akhirat..
Allahu akbar…. allahu akbar…
Jazakillah khairon mbak. Matur nuwuuuun sudah berbagi cerita ini.
Insyaalloh nanti bertemu Maryam di surgaNYA ya. Masuk tanpa hisab! Aamiin ya Rabb
Zaaraa…. aku nangis baacanyaaa,,,, T_T
Sedih mba. Pentingnya ilmu buat para calon ortu dan yg sdh menjadi ortu krn tiap kelahiran beda. Pentingnya tenaga medis belajar lebih baik dan mendengar keluhan yg dirawat. Pentingnya belajar ikhlas disetiap kondisi
Zarah, ku menangis bacanyaaaa,, ga kuat malah baca semua,, lg dikantor masa aku cirambay beginii.. semoga Allah memudahkan zarah dan keluarga semua bertemu Maryam di surga..
😢 *peluk mb za
Cuma baca atasnya, ku tak sanggup 😢😢😢